Penyebab Kegagalan dalam Bisnis

05 November 2009


Mungkin Anda pernah gagal. Mungkin tak seburuk itu. Mungkin hanya sepele tapi cukup memukul secara mental. Dan jika Anda karyawan yang baru terjun ke bisnis, kegagalan itu bisa memukul mundur dan menganggap Anda tak cocok jadi pengusaha. Lalu memutuskan kembali ke kuadran pertama jadi karyawan. Dari mana sumber kegagalan itu?


Salah memprediksi pasar.
Ketika ide bisnis sudah di genggaman, tak berarti realisasinya akan mulus. Hitung-hitungan jeli dengan ilmu manajemen secanggih apapun tak menjadi jaminan pasar bisa seratus persen benar. Coba tengok pengalaman pengusaha laundry Fen Saparita. Ketika ide cemerlangnya muncul, secara logika keputusannya membuka laundry murah untuk mahasiswa adalah benar. Apalagi ia membuka gerainya di “sarang mahasiswa', di bilangan kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 1996. Ternyata sasaran itu salah. Ia lalu membalikkan target pasarnya 180 derajat dengan membidik pasar kelas menengah atas yang terbukti kemudian benar. Sekarang ia memiliki puluhan cabang Melia Laundry dengan ratusan agen pendukungnya.


Salah menggandeng mitra.
Bermitra usaha ibarat perjodohan di perkawinan dalam rumahtangga. Jika mitra itu cocok, bisnis perkongsian ini bisa langgeng dan terus membesar. Tapi kadang-kadang mitra bisnis bisa juga curang tak perduli apakah mitra itu horizontal (sama-sama pemegang saham, misalnya) atau mitra vertikal (pemasok/agen atau yang dipasok). Pengusaha pendidikan Evie Ngangi pernah mengalaminya. Ketika awal membuka cabang, ia mengajak salah seorang orangtua muridnya sebagai mitra. Ternyata meski ia sudah keluar banyak uang, si mitra malah mengelabuinya dengan mendirikan TK tidak menggunakan nama TK milik Evie (TK Tunas Jakasampurna). Untunglah kecurangan itu kemudian ketahuan. Evie membuka cabang di lokasi yang sama dari TK milik mitra itu. Anehnya, murid-murid TK eks mitra tersedok ke TK cabang milik Evie.


Hal serupa pernah dialami pengusaha agrobisnis Bachrum. Di awal-awal bisnisnya ia mendapat pasokan bibit ikan mas dari para petani. Ternyata ada pemasok yang menyetorkan bibit ikan yang loyo. Sehari kemudian ikan-ikan itu malah mati. Kejadian mirip terulang saat mencari bibit bebek petelur. Ternyata 500-an bebek yang dipesannya sudah tua dan tak produktif lagi. Untunglah Bachrum cepat tanggap dengan belajar mengidentifikasi bibit-bibit dengan kualitas yang diinginkannya. “Dalam tiga hari saya sudah paham bagaimana caranya agar tak bisa dikelabui lagi,” katanya.


Salah memilih bisnis.
Sudah berapa jenis bisnis yang Anda coba sebelum ke bisnis yang sekarang? Roni Yuzirman pendiri Manet Vision serta pendiri dan pengelola komunitas Tangan Di Atas (TDA) menempuh perjalanan panjang sebelum ajeg mengelola Manet. Ketika masih mahasiswa ia pernah mencoba  MLM (multi level marketing). Pernah juga mencoba di bisnis kayu. Dan sejumlah usaha lain. Ia baru cocok dengan bisnis pakaian Muslimnya sekarang. Jadi, jangan pernah kapok. Wahyu Saidi pun pernah berusaha macam-macam sebelum ke bisnis bakmi. Demikian juga dengan raja FO Perry Kristianto. Mereka adalah pengusaha yang tahan banting, terus mencoba untuk menemukan usaha yang cocok.


Ingin cepat besar.
 Ingin cepat kaya sepertinya godaan yang paling gampang merasuk. Banyak kejadian yang bisa diambil hikmahnya. Contoh kecil ini setidaknya bisa memberi gambaran. Seorang pengusaha roti isi kacang ijo di Bandung pernah mendapat pujian dari pelanggannya karena rotinya enak dan ukurannya lumayan besar. Inovasi rotinya bahkan mengundang pedagang lain untuk menirunya. Melihat rotinya laris, si pengusaha itu mencoba mengambil margin keuntungan lebih besar dengan mengurangi ukuran dan bahan baku adonannya. Meski awalnya tak kentara lama-lama si pelanggan merasakan dan melihat rotinya sudah berubah: ukurannya lebih kecil dan rotinya cenderung keras. Pelanggannya pelan-pelan meninggalkan roti itu. Dalam  hitungan bulan kemudian roti itupun tak ada lagi.


Bisnis meskipun ujung-ujungnya mengejar untung kerap jadi buntung jika terlalu memikirkan keuntungan. “Jangan terlalu profit oriented,” ujar Bimada, “keuntungan akan datang sendiri jika bisnisnya banyak manfaatnya.” Sedangkan kegagalan hanya proses menuju sukses, kata dia lagi.


Terlalu ekspansif.
Risiko paling umum karena ekspansi yang berlebihan ini adalah macetnya utang bank. Utang macet karena ternyata pasar berubah tak sesuai dengan prediksi semula sementara cicilan utang tak bisa dihentikan. Kasus paling fenomenal terjadi pada Bank Summa dulu. Nah, contoh kecil lebih banyak bisa ditemukan. Jangan-jangan Anda sendiri pernah mengalami ini. Karena itu perhitungkan dengan matang kalau mau ekspansi. Dengan perhitungan yang matang kerugian lebih besar bisa dihindari.


Force majeure.
Kerusuhan, kebakaran atau bencana alam bisa menghancurkan bisnis. Jika kejadian ini menimpa Anda, yang pertama harus dilakukan adalah mendekati pemberi modal (bank atau pihak lain). Jelaskan kejadiannya dan mintalah dispensasi (diskon bunga, penangguhan cicilan, dan sebagainya). Setelah itu hubungi relasi (pelanggan, pemasok dan sebagainya). Simpati mereka bisa dimanfaatkan untuk memulai usaha baru semisal mendapatkan order dengan bayaran di muka untuk dijadikan modal.


Sumber: Majalah DUIT No 01/II/Januari 2008

0 komentar:

 
 
 

Klik iklan dapet duit

Salam jumpa …

W@HyoeDien